Selasa, 03 Januari 2012

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCA PANEN


LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCA PANEN (AGT324)

SEMESTER GENAP TAHUN 2010/2011



logo unsoed

OLEH
NAMA                      : Sugiarto
NIM                          : A1L008073
KELAS                     : B
ROMBONGAN       : 10


LABORATORIUM AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
APRIL 2011
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCA PANEN
ACARA 1
PENGERINGAN PRODUK PASCA PANEN



logo unsoed

OLEH
NAMA                      : Nanang Yulianto
NIM                          : A1L008058
KELAS                     : B
ROMBONGAN       : 10


LABORATORIUM AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
APRIL 2011
Nama acara praktikum            : PENGERINGAN PRUDUK PASCA PANEN
Nama mahasiswa                    : NANANG YULIANTO
NIM                                        : A1L008063
Kelas                                       : B
Rombongan                             : 10
























A.    PENDAHULUAN
Produk hortikultura yaitu buah dan sayuran segar sepuluh tahun belakangan ini mendapat perhatian lebih dari masyarakat karena kesadaran akan manfaat nilai nutrisinya bagi kesehatan. Banyak publikasi yang menyatakan bahwa dengan mengkonsumsi buah dan sayuran sebagai salah satu komponen utama makanan akan dapat memperlambat atau menyembuhkan berbagai penyakit degeneratif. Perhatian terhadap kegemukan dan penyakit jantung koroner mengarahkan promosi terhadap pengurangan konsumsi lemak dan merekomendasikan untuk mengkonsumsi buah dan sayuran yang umumnya rendah akan lemak. Kandungan serat yang tinggi pada buah dan sayuran dipandang dapat mengurangi atau mencegah kondisi medis yang kurang baik. Disamping itu, status buah dan sayuran segar sangat diuntungkan dari kecenderungan internasional yang mengarah pada makanan alami-segar yang dipandang lebih baik dibandingkan dengan makanan olahan yang cenderung mengandung bahan kimia tambahan.
            Produk pascapanen hortikultura segar juga sangat mudah mengalami kerusakan kerusakan fisik akibat berbagai penanganan yang dilakukan. Kerusakan fisik ini terjadi karena secara fisik-morfologis, produk hortikultura segar mengandung air tinggi (85-98%) sehingga benturan, gesekan dan tekanan sekecil apapun dapat menyebabkan kerusakan yang dapat langsung dilihat secara kasat mata dan dapat tidak terlihat pada saat aktifitas fisik tersebut terjadi. Biasanya, untuk kerusakan kedua tersebut baru terlihat setelah beberapa hari. Kerusakan fisik ini menjadi entry point yang baik sekali bagi khususnya mikroorganisme pembusuk dan sering menyebabkan nilai susut yang tinggi bila cara pencegahan dan penanggulangannya tidak direncanakan dan dilakukan dengan baik. Saat panen, produk segar telah dilabui oleh beragam macam mikroorganisme di bagian permukaan produk dan dapat pula berada di dalamnya. Mikroorganisme patogenik yang berada di dalam produk dapat belum berkembang selama pertumbuhan bagian yang dipanen masih berada pada tanaman induknya dan melakukan pertumbuhan dan perkembangan setelah panen (infeksi laten). Mikroorganisme yang melabuhi permukaan produk beragam mulai dari yang saprofit dan patogenik. Bila terjadi kerusakan mekanis ataupun kemunduran fisiologis pada produk, maka mikroorganisme patogenik akan tumbuh dan berkembang menyebabkan pembusukan.
            Hal yang penting untuk dipahami adalah produk pascapanen buah dan sayuran segar apapun bentuknya masih melakukan aktivitas metabolisme penting yaitu respirasi. Aktivitas respirasi berlangsung untuk memperoleh energi yang digunakan untuk aktivitas hidup pascapanennya. Setelah panen, sebagian besar aktivitas fotosintesis yang dilakukan saat masih melekat pada tanaman induknya berkurang atau secara total tidak dapat dilakukan. Saat tersebut mulailah penggunaan substrat cadangan yang ada di dalam tubuh bagian tanaman yang dipanen untuk aktivitas respirasinya. Pada saat substrat mulai terbatas maka terjadilah kemunduran mutu dan kesegaran atau proses pelayuan dengan cepat.
Cara penanganan yang tepat untuk mengurangi proses metabolisme setelah panen yang senantiasa menimbulkan penurunan mutu yang menyebabkan mengurangnya minat konsumen atas produk tersebut yaitu dengan metode pengeringan. Pada prinsipnya semakin cepat laju respirasi, maka semakin cepat pula laju kemunduran mutu dan kesegaran. Untuk itu, dilakukan metode yang tepat untuk pengeringan produk pasca panen melalui praktikum yang telah dilaksanakan pada tanggal 23 Maret 2011 ini.










B.     TUJUAN

Praktikum ini bertujuan untuk:
1.    Mengetahui kadar air dari beberapa produk pasca panen yang di perdagangkan dalam kondisi kering
2.    Membandingkan kadar air antara produk segar dan produk kering dari spesies tanaman yang sama
3.    Membandingkan daya simpan antara produk kering dan segar dari spesies tanaman yang sama




















C.    METODE

a.      Bahan dan Alat
Bahan:
1.      Biji jagung kering dan basah
2.      Gabah kering dan basah
3.      Biji kedelai kering dan basah
4.      Kacang tanah kering dan basah
Alat:
1.      Alat Pengukur kadar air ( moistur taster )
2.      Kantong plastik transparan ukuran 2 ons
3.      Karet gelang
4.      Kertas label

b.        Waktu Pelaksanaan
                 Pelaksanaan praktikum dilakukan pada tanggal 22 maret 2011 pukul jam 07.00 pagi. Di laksanakan di ruang seminar, di tempat lab agronomi.

c.       Prosedur Kerja
Pengukuran kadar air
1.      Siapkan produk pasca panen segar dan kering untuk gabah, kedelai, kacang tanah, dan jagung
2.      Ukur kadar air dari produk pasca panen tersebutdengan alat pengukur kadar air
3.      Buatlah perbandingan kadar airnya dengan grafik batang






Perbandingan kadar air produk basah dan kering
1.      Siapkan produk pasca panen yang kering dan segar untuk gabah, kedelai, kacang tanah, dan jagung
2.      Masukkan produk keringdan segar dalam kantong plastik transparanyang berbeda
3.      Berilah label pada kantog plastiknya. Label memuat nama produk, nama mahasiswa, NIM, dan tanggal
4.      Simpan produk tersebut di laboratorium selama lima hari
5.      Lakukan pengamatan pada produk tersebut






















D.    HASIL PENGAMATAN

Pengukuran kadar air
Jenis produk
Hasil pengukuran
basah
kering
gabah
29,7
13,7
jagung
30
13,2
Kacang tanah
29,5
14,2
kedelai
19,3
13,1

Grafik perbandingan kadar air





E.     PEMBAHASAN
Pengeringan merupakan usaha untuk menurunkan kadar air sampai batas tertentu sehingga reaksi biologis terhenti dan mikrorganisme serta serangga tidak bisa hidup di dalamnya. Reaksi biologis tersebut salah satunya adalah respirasi. Kadar air yang tinggi menyebabkan suatu kekuatan respirasi suatu produk hortikultura menjadi lebih besar. Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk untuk daya simpan buah sesudah dipanen. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran jalannya laju metabolisme, oleh karena itu sering dianggap sebagai petunjuk mengenai potensi daya simpan buah.
Mikroorganisme pembusuk pada pascapanen buah dan sayuran umumnya disebabkan oleh jamur dan bakteri. Infeksi awal oleh mikroorganisme tersebut dapat terjadi selama pertumbuhan dan perkembangan produk tersebut dikebun (disebut sebagai infeksi laten). Infeksi sering terjadi akibat adanya kerusakan mekanis selama operasi pemanenan, atau melalui kerusakan fisiologis akibat dari kondisi penyimpanan yang tidak baik. Pembusukan pada buah-buahan umumnya sebagai akibat infeksi jamur sedangkan pada sayur-sayuran lebih banyak diakibatkan oleh bakteri. Hal ini disebabkan oleh keasaman buah yang tinggi (pH kurang dari 4.5) dibandingkan dengan sayuran yang keasamannya umumnya rendah (pH lebih besar dari 5.0). Dengan pengeringan, mikroorganisme yang bersifat menurunkan kualitas produk hortikultura menjadi tertekan inensitasnya, dan sifat produk itu sendiri dapat bertahan lebih lama.
           
Proses pengeringan terbagi menjadi 3 kategori :
1.      Pengeringan udara atau pengeringan langsung dibawah tekanan atmosfir
Pengeringan ini memanfaatkan udara bebas di atmosfir
2.      Pengeringan hampa udara
Keuntungan dalam pengeringan ini didasarkan dengan kenyataan penguapan air terjadi lebih cepat di bawah tekanan rendah daripada di bawah tekanan tinggi.

3.      Pengeringan beku
Pengeringan beku adalah sebuah proses yang memberikan kualitas bahan yang baik dari segi kestabilitas aroma, warna, dan kemampuan rehidrasi. Pengeringan ini didasarkan proses sublimisasi yang berada di temperature 0o celcius dan tekanan 613 Pascal.
Metode Pengeringan:
1.              Pengeringan alami.
Pengeringan alami terdiri dari:.
a.       Sun Drying
Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari sebaiknya dilakukan di tempat yang udaranya kering dan suhunya lebih dari 100o Fahrenheit. Pengeringan dengan metode ini memerlukan waktu 3-4 hari. Untuk kualitas yang lebih baik, setelah pengeringan, panaskan bahan di oven dengan suhu 175 o Fahrenheit selama 10-15 menit untuk menghilangkan telur serangga dan kotoran lainnya
b.      Air Drying
Pengeringan dengan udara berbeda dengan pengeringan dengan menggunakan sinar matahari. Pengeringan ini dilakukan dengan cara menggantung bahan di tempat udara kering berhembus. Misalnya di beranda atau di daun jendela. Bahan yang biasa dikeringkan dengan metode ini adalah kacang-kacangan.
·         Kelebihan Pengeringan Alami adalah tidak memerlukan keahlian dan peralatan khusus, serta biayanya lebih murah.
·         Kelemahan Pengeringan Alami adalah membutuhkan lahan yang luas, sangat tergantung pada cuaca, dan sanitasi hygiene sulit dikendalikan.

  1. Pengeringan Buatan
Pengeringan buatan terdiri dari:
a.       Menggunakan alat Dehidrator
Pengeringan makanan memerlukan waktu yang lama. Dengan menggunakan alat dehydrator, makanan akan kering dalam jangka waktu 6-10 jam. Waktu pengeringan tergantung dengan jenis bahan yang kita gunakan.
b.      Menggunakan oven
Dengan mengatur panas, kelembaban, dan kadar air, oven dapat digunakan sebagai dehydrator. Waktu yang diperlukan adalah sekitar 5-12 jam. Lebih lama dari dehydrator biasa. Agar bahan menjadi kering, temperature oven harus di atas 140o derajat Fahrenheit.
·         Kelebihan Pengeringan Buatan adalah suhu dan kecepatan proses pengeringan dapat diatur seuai keinginan, tidak terpengaruh cuaca, sanitisi dan higiene dapat dikendalikan.
·         Kelemahan Pengeringan Buatan adalah memerlukan keterampilan dan peralatan khusus, serta biaya lebih tinggi dibanding pengeringan alami.
Praktikan telah melakukan 2 kegiatan pada acara pengeringan produk pasca panen ini. Kegiatan yang pertama adalah pengukuran kadar air beberapa komoditas hortikultura. Komoditas tersebut adalah jagung, kedelai, kacang tanah, dan gabah. Masing-masing komoditas ada 2 jenis, yaitu jenis kering dan jenis basah. Praktikan mengukur kadar air komoditas tersebut menggunakan alat moisture meter. Cara penggunaan alat ini relatif  mudah, tetapi harus teliti dalam penggunaannya. Langkah awal dalam penggunaan alat ini adalah pastikan alat dalam keadaan ON. Selanjutnya pilih komoditas yang akan diukur kadar air nya. Lalu, masukkan maksimal 2 biji produk ke dalam lubang yang berada di bagian bawah alat, lalu tutup dengan hati-hati usahakan samapi pecah, tetapi jangan juga terlalu dalam, karena dapat merusak alat, karena tekanan yang ditimbulkan terlalu tinggi. Berikutnya pilih tombol tertentu untuk masing-masing komoditas. Misal, praktikan mengukur kadar air jagung yang basah, maka pilih tombol wet, tunggu beberapa menit, lalu muncul angka pada layar. Itulah besar kadar air yang terkandung.
Hasil dari penghitungan kadar air dari komoditas yang telah disebutkan di atas adalah jagung, kedelai, dan kacang tanah yang basah mempunyai kadar air yang tertinggi, yaitu mencapai 30. Sedangkan pada gabah yang basah hanya mencapai 19,3. Untuk komoditas yang kering, masing-masing memiliki angka yang tidak jauh berbeda, yaitu berkisar 13 – 14. Dari angka tersebut, dapat dikatakan kadar air komoditas yang basah lebih tinggi daripada komoditas yang kering. Hal yang menimbulkan sutu pemikiran ulang adalah angka kadar air gabah kering yang jauh lebih kecil daripada produk yang lainnya. Berdasarkan pengamatan, gabah kering mempunyai kandungan kulit yang tipis, sangat kering,dan berukuran lebih kecil dari pada produk yang lainnya. Selain itu, gabah dapat dikategorikan sebagai jaringan yang sudah tua, sedangkan jagung, kedelai, dan kacang tanah mempunyai jaringan yang lebih muda, maka dari itulah gabah basah mempunyai kadar air yang terendah.
Pada kegiatan 2, praktikan mengamati tentang perbandingan daya simpan produk basah dan produk kering. Sama persis dengan kegiatan 1, kami menggunakan jagung, kedelai, kacang tanah, dan gabah yang kesemuanya terdiri dari jenis basah dan kering. Kami melakukan pengamatan selama 5 hari, yaitu dimulai pada tanggal 23 Maret 2011 sampai 27 maret 2011. Indikator yang diamati adalah warna, bentu, penampilan, bau, dan kontaminasi.
Pada pengamatan pertama, komoditas yang lebih menonjol mengalami perubahan adalah jagung. Baik yang basah maupun yang kering, terutama pada jagung yang basah. Jagung basah pada hari pertama sudah menunjukkan gejala terserang jamur. Sedangkan pada komoditas yang lain belum mengalami kontaminasi. Untuk yang kering, jagung sudah mengalami pengerutan/keriput. Hal yang demikian dapat disebabkan karena adanya suatu penurunan pelapis alami karena proses pembasahan jagung, yang menyebabkan jamur tumbuh pada jagung yang basah.
Untuk indikator warna, sampai pengamatan terakhir menglami perubahan yang signifikan adalah pada komoditas kedelai kering. Pada pengmatan pertama, kedelai memiliki warna coklat krem. Tetapi dalam 2 hari, berubah menjadi coklat, dan pada hari terakhir berubah menjadi krem. Yang lebih parah adalah indikator penampilan pada kacang tanah yang basah. Pada mulanya penampilan kacang tanah basah adalah segar, akan tetapi pada pengamatan ke 3 sudah berkecambah, dan terus berkembang sampai pada akhirnya pengamatan ke 5. Tetapi dalam masalah kontaminasi, kacang tanah lah yang juara. Baik pada jenis yang basah maupun yang kering, tidak terjadi gejala maupun tanda yang menunjukan ada nya mikroba yang tumbuh.
Dalam perbandingan antara produk basah dan kering, masalah yang menonjol adalah adanya kontaminasi yang lebih besar pada komoditas yang basah. Komoditas yang basah menimbulkan lingkungan bagi mikroba yang merugikan, terutama jamur dapat tumbuh dengan pesat. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengamatan sampai pada hari terakhir jagung, kedelai, dan padi yang basah terdapat tanada kontaminan. Sedangkan semua komoditas yang kering tidak ada kontaminasi yang terlihat.















F.KESIMPULAN
1.      Kadar air dari produk yang basah lebih tinggi daripada produk yang kering.
2.      Produk yang basah, kadar air tertinggi adalah kedelai, sedangkan yang terendah adalah gabah. Untuk kadar air komoditas kering, rata-rata menunjukkan angka yang sama yaitu 13.
3.      Daya simpan produk yang kering lebih lama daripada produk basah.

                                                                 














    DAFTAR PUSTAKA

Firmansyah, I.U., S. Saenong, B. Abidin, Suarni, dan Y. Sinuseng. 2006. Proses
            pascapanen untuk menunjang perbaikan produk biji jagung berskala           industri dan ekspor. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Tanaman   Serealia. Maros. p. 1-15.

Handerson, S.M and R.L. Perry. 1982. Agricultural process engineering. Third
            edition. The AVI Publishing Company Inc., Westport Connecticut.
                                                                                                             
Pantastico, E.R.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.















LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCA PANEN
ACARA 2
PEMATANGAN BUAH



logo unsoed

OLEH
NAMA                      : NANANG YULIANTO
NIM                          : A1L008058
KELAS                     : B
ROMBONGAN       : 10


LABORATORIUM AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
APRIL 2011
Nama acara praktikum            : PEMATANGAN BUAH
Nama mahasiswa                    : NANANG YULIANTO
NIM                                        : A1L008058
Kelas                                       : B
Rombongan                             : 10
























A.    PENDAHULUAN
Dalam budidaya pertanian, hal-hal sedikit apapun yang menyangkut produktivitas harus selalu diperhatikan, Khususnya pada komoditi buah-buahan yang berhubungan dengan penanganan pasca panen. Pada buah-buahan, untuk melakukan suatu metode pasca panen yang baik harus diawali dengan proses pemanenan yang terarah. Mutu yang baik, diperoleh bila pemanenan hasilnya dilakukan pada tingkat kemasakan yang tepat. Buah-buahan yang diambil pada waktu yang belum saatnya akan menumbulkan mutu dan pematangan yang salah, begitu pula jika pemungutan buah-buahan yang tertunda dapat mengakibatkan pembusukan.
Seiring dengan perubahan tingkat ketuaan dan kematangan, pada umumnya buah-buahan mengalami serangkaian perubahan komposisi kimia maupun fisiknya. Rangkaian perubahan tersebut mempunyai implikasi yang luas terhadap metabolismedalam jaringan tanaman tersebut. Diantaranya yaitu perubahan kandungan asam-asam organik, gula dan karbohidrat lainnya. Perubahan tingakat keasaman dalam jaringan juga akan mempengaruhi aktifitas beberapa enzim diantaranya adalah enzim-enzim pektinase yang mampu mengkatalis degradasi protopektinyang tidak larut menjadi substansi pectin yang larut. Perubahan komposisi substansi pektin ini akan mempengaruhi kekerasan buah-buahan.







B.     TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk:
1.      Mengetahui dapat tidaknya pematangan buah dipacu dengan gas pematangan buah
2.      Membandingkan kecepatan pematangan buah secara alami dan secara dipacu dengan gas pematangan buah
3.      Membandingkan mutu buah dari buah yang dimatangkan secara alami dan secara dipacu.















C.     METODE
a.       Bahan dan Alat
Bahan:
1.      Buah pisang matang dan mentah
2.      Kalsium karbida (karbit)
Alat:
1.      Ember plastik bertutup
2.      Kain
3.      Kertas koran
4.      Karet gelang
5.      Kertas label
b.      Waktu Pelaksanaan
                        Pelaksanaan praktikum pada tanggal 23 maret 2011 dilakukan pukul jam 07.00 pagi. Di laksanakan di ruang seminar, di tempat lab agronomi.

c.       Prosedur Kerja
1.      Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2.      Untuk setiap kelompok gunakan 3 ember plastik, 3 sisir pisang, dua buah pisang matang, dan 1 on karbit
3.      Berilah label pada ketiga ember tersebut. Ember pertama beri label PA (pematangan alami),  ember kedua PPM (pematangan pisang masak), dan ember ketiga PK (pisang karbit)
4.      Masukan kertas koran




E.PEMBAHASAN
Dalam istilah sehari-hari pada buah-buahan kita kenal menjadi 2 macam istialah yang sulit dibedakan, ialah pematangan atau maturity yang berarti bahwa buah tersebut menjadi matang atau tua yang kadang-kadang belum bias dimakan karena rasanya yang belum enak dan istilah ripening atau pemasakan, dimana buah yang sudah baik untuk dimakan yang mempunyai rasa enak (Afandi, 1984).
Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Etilen adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin, giberellin dan sitokinin. Dalam keadaan normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Di alam etilen akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik.
Klimaterik merupakan suatu fase yang banyak sekali perubahan yang berlangsung. Klimaterik juga diartikan sebagai suatu keadaan „auto stimulation“ dalam buah sehingga buah menjadi matang yang disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi. Klimaterik merupakan fase peralihan dari proses pertumbuhan menjadi layu, meningkatnya respirasi tergantung pada jumlah etilen yang dihasilkan serta meningkatnya sintesis protein dan RNA (Heddy, 1989). Dapat disimpulkan bahwa klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah tertentu dimana selama proses itu terjadi pembuatan etilen disertai dengan dimulainya proses pematangan buah, buah menunjukkan peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah, sehingga disebut buah klimaterik. Bila pola respirasi berbeda karena setelah CO2 dihasilkan tidak meningkat tetapi turun secara perlahan, buah tersebut digolongkan non klimaterik. Berdasarkan sifat klimakteriknya, proses klimakterik dalam buah dapat dibagi dalam 3 tahap yaitu klimakterik menaik, puncak klimakterik dan klimakterik menurun. Buah-buah yang mengalami proses klimakterik diantaranya yaitu tomat, alpokat, mangga, pepaya, peach dan pear karena buah-buahan tersebut menunjukkan adanya peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah. Buah-buah yang mengalami pola berbeda dengan pola diatas diantaranya yaitu ketimun, anggur, limau, semangka, jeruk, nenas dan arbei (Kusumo, 1990).
Pematangan buah yang tepat dapat meningkatkan kualitas maupun kuantitas produk yang akan dipasarkan. Berikut adalah beberapa cara pematangan buah, khususnya pisang yang menjadi bahan utama dalam kajian praktikum ini ;
1.Pemeraman dengan daun tanaman

Petani memiliki cara pemeraman buah dengan menutup buah dengan daun dari beberapa jenis tumbuhan. Beberapa daun yang memiliki kemampuan merangsang pematangan buah adalah daun gamal atau Gliricidia sapium dan Albizzia fulcata (Murtiningsih, et al., 1993). Daun Gliricidia biasa digunakan oleh petani di pedesaan Filipina untuk mempercepat pematangan buah pisang, sementara para petani di Sukabumi banyak menggunakan daun Albizzia. Jika akan menggunakan daun tersebut, perlu dipetik satu hari sebelumnya, karena pada saat tersebut produksi etilen tertinggi dengan periode waktu yang lama (24-48 jam), masing masing 0,73-0,89 ppm pada daun Albizzia dan 0,20-0,24 ppm pada Gliricidia (Murtiningsih, et al., 1993). Gambar 18 menunjukkan bahwa produksi etilen pisang Ambon dapat dipacu dengan daun Gliricidia mencapai puncak pada hari ke 3 sampai 5, sementara buah pisang tanpa pemeraman baru mencapai puncak produksi etilen hari ke 7. Penggunaan daun gamal (Gliricidia sapium), guna mempercepat kematangan buah pisang Raja Sere dan Emas yang dilakukan Yulianingsih dan Dasuki (1989), menyatakan bahwa daun gamal muda menghasilkan etilen cukup banyak dibandingkan daun tua, penggunaan daun sejumlah 20-40% dari berat buah yang diperam dengan lama pemeraman 24-48 jam dapat mempercepat pematangan sekitar 2-4 hari (diperam: matang dalam 3-4 hari, tanpa diperam: matang antara 6-7 hari). Pematangan yang lebih cepat tersebut ditunjukkan oleh perubahan warna kulit dari hijau menjadi kuning, perubahan tingkat kekerasan, penurunan kadar pati dan peningkatan kandungan gula. Perubahan tersebut tidak signifikan antara penggunaan daun sebanyak 20 dan 40% untukpemeraman buah pisang Raja Sere dan pisang Emas.
Berdasarkan uraian di atas, pemeraman menggunakan daun, cukup dengan menggunakan 10% dari berat buah pisangnya. Daun dapat diletakkan sebagai bantalan pada dasar kemasan buah, kemudian diletakkan pisang, daun, dan pisang secara berselang-seling, kemudian ditutup dan dibiarkan 36 jam. Setelah waktu tersebut, buah dapat dikeluarkan dan dibiarkan matang sempurna. Penggunaan jumlah daun yang semakin banyak makin cepat buah menjadi matang dan akibatnya buah juga cepat rontok. Karena buah terpacu cepat matang, maka respirasi berjalan cepat, karbohidrat yang dirombak juga banyak dan menghasilkan air dan gas karbondioksida sehingga menyebabkan susut bobotnya cukup besar.
2.Pemeraman dengan ethrel

Ethrel atau ethepon adalah suatu larutan yang mengandung bahan aktif 2 chloro ethyl phosponic acid yang dapat menghasilkan etilen secara langsung pada jaringan tanaman. Dengan timbulnya etilen maka kematangan buah dapat dipercepat. Pemeraman menggunakan ethrel dilakukan Suyanti dan Rani (1989) pada pisang Raja Sere. Penggunaan ethrel (500, 1000, dan 1500) ppm, mempercepat buah pisang menjadi matang pada hari ke-4, sedangkan kontrol menjadi matang pada hari ke-10. Semakin tinggi konsentrasi ethrel yang digunakan perubahan warna dan pelunakan buah semakin cepat, dan pemacuan tersebut mempercepat penurunan kadar pati diiringi dengan peningkatan kadar gula dan kadar asamnya. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwapenggunaan ethrel dapat menyeragamkan kematangan pada pisang Raja Sere yang seringkali tidak merata. Dalam penerapannya, buah dicelup dalam larutan ethrel 1000 ppm selama 30 detik (1 ml dalam 1 liter air bersih), dan menjadi matang penuh dalam waktu 3-4 hari.


3.Pemeraman dengan kalsium karbida
Para pedagang pengumpul sering menggunakan batu karbit atau kalsium karbida untuk mempercepat pematangan buah pisang, karena mudah diperoleh, murah dan praktis. Caranya, batu karbit sebanyak 0,05% dari berat buah pisang, dibungkus dengan kertas koran dan dipercikkan air. Karbit kemudian diletakkan pada bagian bawah kemasan, kemudian diletakkan buah pisang dan ditutup rapat. Kondisi demikian dibiarkan selama 36 jam dalam ruangan dengan sirkulasi udara yang baik. Setelah waktu stimulasi tercapai, buah dikeluarkan dan diatur pada rak-rak untuk memberi kesempatan matang sempurna. Penelitian yang dilakukan Murtiningsih, et al. (1993), memperlihatkan bahwa buah pisang Ambon yang mendapat stimulasi dengan kalsium karbida lebih cepat matang, ditunjukkan dengan puncak produksi etilen yang telah tercapai pada hari ke-3 sampai hari ke-4, sementara pada buah tanpa perlakuan baru mencapai puncak pada hari ke-7. Penggunaan dosis kalsium karbida hingga 0,20% dari berat buah tidak memberikan pengaruh pada kecepatan matangnya maupun perubahan total padatan terlarut dan total asamnya. Salah satu keuntungan pemeraman dengan kalsium karbida adalah dapat diterapkan bersamaan pengemasan dan selama pengiriman yang tidak melebihi 36 jam. Sampai di tempat tujuan, buah pisang dikeluarkan dari kemasan dan diangin-anginkan paling tidak satu hari, baru dapat dipasarkan dan dikonsumsi. Namun, kelemahannya, karena buah cepat matang maka buah pisang mudah rontok dan cepat rusak ditandai dengan bintik-bintik coklat pada permukaan kulit.
4.Pemeraman dengan gas etilen atau asetilen
Pemeraman pisang dapat pula dilakukan menggunakan gas etilen atau asetilen. Asetilen adalah gas yang sering digunakan untuk keperluan mengelas. Penggunaan gas dalam pemeraman lebih baik dibanding dengan karbit. Penggunaan gas lebih efektif bila buah yang diperam mengandung enzim oksidase, karena gas berfungsi sebagai koenzim. Disamping itu, gas berfungsi untuk mengubah warna kulit buah dari hijau menjadi kuning dan mempercepat kematangan buah. Buah pisang dalam bentuk tandan atau sisir diatur di rak yang diberi tutup plastik atau dalam ruang tertutup sehingga udara tidak dapat keluar. Gas asetilen atau etilen dialirkan ke dalam ruangan, jumlahnya tergantung ruang pemeraman yang digunakan. Untuk ruangan yang penuh, dianjurkan banyaknya gas yang dialirkan sebanyak 1/10 cuft untuk setiap isi 1000 cuft ruangan. Pemberian gas sebanyak satu kali sehari selama 2 hari berturut-turut. Gas dialirkan perlahan-lahan melewati pipa dengan lubang kecil di bagian belakang. Etilen dan gas asetilen tidak berwarna, agak berbau dan mudah terdeteksi pada konsentrasi rendah, tidak beracun untuk manusia dan hewan selama kepekatannya dibawah 1000 ppm (0,1%). Campuran udara dan gas etilen lebih dari 27.000 ppm (2,7%) dapat meledak. Karena itu, harus diperhatikan benar-benar petunjuk penggunaannya. Bila gas etilen kurang mencukupi, maka pematangan tidak merata dan warna kulit buah pucat dan ujung buah tetap berwarna hijau. Hal-hal penting yang harus diperhatikan pada proses pemeraman buah yaitu kelembaban dan suhu diatur agar mendekati titik jenuh. Kelembaban ini dipertahankan sampai terjadi perubahan warna pada kulit buah pisang. Pemeraman yang baik dilakukan pada suhu antara 17,5-20oC dengan kelembaban 75-85%.
Pada saat ini belum ada bukti yang menunjukkan bahwa C2H4 sendiri merupakan bagian reaksi biokimia yang sudah diketahui, atau bekerja sebagai koenzim, pemisah (uncoupler), atau ko-faktor. Pada tingkat molekul C2H4 dapat terikat pada ion logam pada enzim tertentu, atau ikut serta dalam sistem pengangkutan elektron yang khusus. Pada tingkat sel, dikira bahwa C2H4 menambah permeabilitas membran sel maupun membran-membran bagian-bagian sub-selular, sehingga dengan demikian membuat substrat lebih mudah dapat dicapai oleh enzim-enzim yang bersangkutan. Karena struktur kimianya, C2H4 mudah larut dalam lemak. Tetapi dalam percobaan yang manapun C2H4 belum pernah ditemukan dalam keadaan terikat pada sisi yang manapun. Jelas bahwa C2H4 merupakan senyawa yang sangat mobil.
Buah pisang, terutama yang matang, memiliki beberapa kandungan seperti protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, serat, beberapa vitamin (A,B1, B2 dan C), zat besi, dan niacin. Kandungan mineralnya yang menonjol adalah kalium (Wirakusumah, Emma S, 1977).
Zat-zat tersebut sangat diperlukan dalam tubuh manusia. Bukan itu saja, pisang termasuk buah yang murah-meriah dan mudah didapat sepanjang tahun. pemasakan yang lebih cepat, yakni menggunakan karbit (kalsium karbor). Jangankan buah pisang yang umurnya tua, pisang yang umurnya masih tergolong muda (belum siap panen) pun akan segera matang walau dari sisi aroma atau rasa kurang nyaman. Dengan karbit, ibu-ibu merasa senang karena pisangnya cepat matang dengan warna yang sama dengan proses pematangan secara alami atau matang di pohon. Tetapi, pisang yang matang karena dikarbit cepat membusuk. Karbit yang sehabis dipakai akanSetelah kulit pisang yang dimatangkan dengan karbit dijadikan makanan ternak, ternyata berdampak buruk terhadap kesehatan ternak itu. Ternak menjadi sakit.
















                                                                                                            
F.KESIMPULAN
1.      Pematangan buah dapat dipacu dengan gas pematangan buah.
2.       Pematangan buah secara alami lebih lama dari pada pematangan buah yang dipacu dengan gas pematangan buah.
3.      Mutu buah yang dimatangkan secara alami lebih tinggi dari pada yang menggunakan karbit.

















DAFTAR PUSTAKA
Pantastico, E.R.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
                            
Santoso, dkk. 1986. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen Tanaman Hortikultura. Indonesia Australia Eastern Universities Project : Bogor.


Satuhu, S., Ahmad, S. 2007. PISANG Budidaya Pengolahan & Prospek Pasar. Penebar Swadaya. Jakarta.



















LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCA PANEN
ACARA 3
TEKNOLOGI PENGEMASAN UNTUK KOMODITAS  HORTIKULTURA



logo unsoed

OLEH
NAMA                      : NANANG YULIANTO
NIM                          : A1L008058
KELAS                     : B
ROMBONGAN       : 10


LABORATORIUM AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
APRIL 2011
Nama acara praktikum            : TEKNOLOGI PENGEMASAN UNTUK                                                                KOMODITAS  HORTIKULTURA
Nama mahasiswa                    : NANANG YULIANTO
NIM                                        : A1L008058
Kelas                                       : B
Rombongan                             : 10




















A.    PENDAHULUAN
Hortikultura berasal dari kata hortus yang bearti kebun dan colare yang berarti membudidayakan, maka dapat didefinisikan bahwa horikultura merupakan ilmu yang mempelajari tentang pembudidayaan tanaman kebun. Untuk isi dari kebun tersebut dapat berupa bebuahan, sesayuran, tanaman hias, rempah-rempah, apiari (budidaya lebah). Semua komoditas hortikultura tersebut mempunyai kegunaan yang cukup vital terhadap keseimbangan kehidupan. Contohnya saja adalah bebuahan dan sesayuran mengambil peranan penting sebagai sumber gizi, vitamin, mineral, protein nabati, dan serat kasar yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Remah-rempah seperti kunyit, lengkuas, jahe, temulawak, kunir dapat digunakan sebagai sumber obat herbal.
Komoditas hortikultura mempunyai suatu ciri-ciri khusus yang tidak dimiliki komoditas pertanian yang lainnya. Beberapa sifat produk hortikultura tersebut antara lain :
1.      Dipanen dan dimanfaatkan dalam keadaan segar & mudah rusak.
2.      Mutu produk ditentukan oleh kandungan air, bukan bahan kering
3.      Sifat produk melimpah, sehingga perlu penanganan khusus dan mahal dalam transportasi
4.      Harga produk lebih ditentukan dari kualitas
5.      Produk hortikultura tidak hanya dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan jasmani saja tetapi rohani juga.
Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya buah dan sayuran segar menuntut petani memberikan penanganan dan menampilkannya dengan baik terkait dengan mutu dan kesegarannya. Adanya kecenderungan penyimpanan atau penundaan sebelum pemajangan, menuntut para pekerja yang terlibat pada departemen produk segar cerdas dan terampil. Untuk dapat menanganinya dengan baik maka penting adanya pemahaman tentang karakteristik fisiologi, morfologi dan patologi produk pascapanenen hortikultura. Pemahaman yang baik tentunya harus didukung dengan fasilitas yang memadai sehingga penanganan dapat dilakukan dengan baik dan seoptimal mungkin.
Produk hortikultura pada masa yang akan datang mempunyai prospek yang cukup mengundang selera masyarakat untuk ikut membudidayakan komoditas ini, dikarenakan sumber gizi semakin tahun akan semakin meningkat, seperti kebutuhan vitamin yang sebagian besar berasal dari bebuahan, selain itu dalam pemenuhan protin nabati dan serat yang bermanfaat menanggulangi asam lemak dalam tubuh, sesayuran sangat mengambil peranan penting. Dalam usaha pemenuhan kebutuhan rohani seperti keindahan dapat diusahakan dengan membudidayakan tanaman bunga dan dibentuk seperti sebuah pertamanan.
Berbagai metode yang tepat untuk mengusahakan produk hortikultura harus ditangani secara terarah, karena berdasarkan pengalaman dan kondisi yang berkembang selama ini, budidaya hortikultura ini banyak mengalami hambatan, di antara nya sebagai berikut :
1.    Pola produksi yang tidak kontinyu dan pengusaha bersifat latah menjadikan jatuhnya harga jual
2.    Lokasi usaha yang terpencar-pencar, sehingga menyulitkan tercapainya efisiensi pada skala usaha tertentu
3.    Indonesia belum mampu memproduksi sarana produsi myang bersifat khusus, seperti mulsa plastik, pesetisida sehingga biaya produksi tinggi
4.    Kurang dukungan dari sgi informasi, infrastruktur, dan perbankan
5.    Masih lemahnya sistem kelembagaan di pedesaan yang berakibat berfluktuasinya produksi maupun harga komoditas.




B.     TUJUAN

1.      Agar mahasiswa dapat membedakan komoditas yang dikemas maupun yang tidak dikemas dari segi masa kesegaran,estetik dan ekonomis
2.      Agar mahasiswa dapat mendemosntrasika proses pengemasan suatu komoditas
















C.     METODE
Bahan dan alat
Bahan
1.      Baby  corn,buncis,tomat
2.      Sunlight
3.      Kalsium klorida(cacl2) ppm dan 0,75%
Alat
1.      Ember,nampan, sendok
2.      Cutting board
3.      Strofoam piring
4.      Stretch film plastic/ plastic pembungkus
Waktu pelaksanaan
Praktikum dilakukan pada hari Selasa, 29 Maret 2011.

Prosedur/cara kerja
1.      Sterilkan peralaan dan tanagan dengan merendam dalam larutan yang menggandung sun light selama 15 detik
2.      Rendam sayuran, dibersihkan dalam larutan klorin (200 ppm) selama 20-30 detik
3.      Tiriskan bahan selama 30 detik
4.      Rendam sayuran dalam baskom/ember yang menggandung kalsium (300 ppm) selama 15-30 detik
5.      Re-drain sayuran selama 30 detik
6.      Angkat dan atur sayuran diatas piring styrofroam dan tutup dengan plastic stretch film/plastic pembungkus


D.    HASIL PENGAMATAN

TERLAMPIR


















E.     PEMBAHASAN
Pada dasarnya pengemasan adalah melindungi barang segar dari pengaruh lingkungan (sinar matahari, kelembaban) dan dari pengaru-pengaruh lain. Pengemasan berfungsi untuk pemuatan produk pada suatu wadah (containment), perlindungan produk, kegunaan (utility), dan informasi. Untuk keperluan transportasi, fungsi pengemasan lebih diutamakan untuk pemuatan dan perlindungan. Sedangkan pengemasan eceran (retail) lebih dititik – beratkan pada
fungsi kegunaan dan informasi produk (Peleg, 1985). Buah yang akan diangkut dapat dikemas menggunakan berbagai jenis kemasan, seperti karung goni, kardus, keranjang plastik atau bambu, tray dari stirofoam dan plastik film, dan peti kayu. Disamping itu, terdapat juga jenis kemasan yang khas sentra produksi buah, misalnya kemasan karung anyaman bambu (sumpit).
            Pengemasan dapat mengurangi kehilangan lembab dan dengan demikian mencegah dehidrasi, terutama bila digunakan bahan penghalang lengas uap air. Hal ini merupakan keuntungan utama dari pengemasan untuk konsumsi yang dapat pula memperpanjang umur ketahanan komoditi yang bersangkutan. Dalam bungkus plastik dapat timbul udara termodifikasi yang menguntungkan ; ydara yang telah mengalami perubahan itu menghambat pematangan dan memperpanjang umur simpan hasil komoditi hortikultura. Pengemasan juga dapat ikut membantu menghindarkan barang dari tebu atau pasir selama pengangkutan. Produk yang telah dicuci bersih dalam kemasan senantiasa terlindung dari kontaminan.
            Banyak cara yang digunakan dalam pengemasan ini, salah satunya adalah penggunaan wadah yang beragam, tergantung pada jenis tanaman, daerah, dan tersedianya material. Wadah-wadah dari kayu merupakan wadah yang paling kuat dan kokoh, tetapi kekuatannya bergantung pada tebalnya bahan yang digunakan. Jenis wadah yang digunakan biasanya adalah peti-peti dan krat-krat kayu. Tapi ada pula yang menggunakan palet. Palet merupakan semacam anjungan untuk pengepakan, penyimpanan, dan pengiriman wadah-wadah lain sebagai satu unit muatan.
            Kemasan transportasi untuk komoditi hortikultura, khususnya buah, lebih ditujukan untuk melindungi buah dari kerusakan yang dapat menurunkan mutu buah, maka aspek teknis menjadi pertimbangan utama dalam perancangan kemasan tersebut. Aspek teknis perancangan mencakup pemilihan bahan kemasan, bentuk dan dimensi kemasan, serta uji-uji sifat fisik dan reologi yang berkaitan dengan aspek tersebut dan tetap mempertimbangkan sifat-sifat kritis komoditi hortikultura yang mempengaruhi perubahan mutu komoditi tersebut selama transportasi.
Menurut Maezawa (1990), pengemasan dirancang untuk mengatasi faktor getaran dan benturan selama transportasi. Pemilihan bahan kemasan juga mengutamakan bahan yang dapat melindungi produk dari kerusakan fisik selama transportasi. Kemasan harus mampu menahan beban tumpukan, dampak pemuatan dan pembongkaran buah dari sarana transportasi, serta getaran dan benturan selama perjalanan (Waluyo, 1990). Dengan kata lain, kemasan harus mampu menahan beban dan bersifat kaku (rigid) sehingga tidak mentransfer beban apapun kepada buah (Hilton, 1993). Dalam merancang kemasan transportasi untuk komoditi hortikultura perlu diperhatikan persyaratan – persyaratan berikut (Soedibjo, 1972, diacu dalam Waluyo, 1990) :
1. Kemasan harus benar – benar berfungsi sebagai wadah yang dapat diisi produk.
2. Kemasan harus tahan dan tidak berubah bentuk selama pengangkutan.
3. Permukaan bagian dalam kemasan harus halus sehingga produk tidak rusak selama pengangkutan.
4. Ventilasi kemasan harus cukup, sehingga dapat mengeluarkan gas hasil metabolisme produk dan menurunkan panas yang timbul. Selain itu, juga dapat menahan laju transpirasi dan respirasi dari produk.
5. Bahan untuk kemasan harus cukup kering sehingga beratnya tetap (konstan), dan tidak mengabsorpsi air dan perisa (flavour) produk.
6. Kemasan harus bersih dan tidak memindahkan infeksi penyakit ke produk, bahan kemasan juga harus tahan serangan jamur, gigitan serangga dan tikus.
7. Kemasan harus mudah diangkat dan dapat disusun pada bak – bak alat angkut dengan sistem pallet (khusus untuk ekspor).
8. Kemasan harus ekonomis dan bahan kemasan terdapat di sentra produksi.
            Pada praktikum yang telah dijalani, kami menggunakan produk buncis, baby corn, dan tomat sebagai bahan percobaan. Sebelum mengalami proses pengemasan, praktikan melakukan perendaman terhadap ketiga produk tadi dengan menggunakan sunlight selama 30 detik. Hal ini dimaksudkan untuk membunuh semua bakteri yang merugikan bagi produk. Setelah itu, dilakukan Perendaman lagi kurang lebih selama 10 detik di dalam larutan kalsium klorida yang telah dicampur dengan air. Tujuan dari perlakuan ini adalah untuk menghilangkan bau dari sunlight tadi dan mengkesatkan produk supaya lebih keliatan segar dan merangsang minat konsumen.
            Perlakuan yang dilakukan terhadap buncis, baby corn, dan tomat adalah ada yang dikemas dengan stretch film dan tidak dikemas, lalu diamkan pada suhu ruangan. Praktikan melakukan pengamatan selama 3 hari dengan indikator warna , kesegaran, dan kontaminasi. Berdasarkan tabel pengamatan, produk yang dikemas dan tidak dikemas mengalami perubahan yang gampir sama. Dalam hal warna, yang tampak mengalami perbaedaan yang signifikan adalah tomat. Pada yang dikemas warnanya merah dan terdapat beberapa bagian yang busuk, sedangkan pada yang tidak dikemas, warnanya sudah merah pudar dan terlihat sangat busuk.Untuk indikator kesegaran, baby corn, tomat yang dikemas tamapk mengalami perbedaan yang signifikan dengan yang tidak dikemas, tetapi pada buncis, kesegaran yang tidak dikemas dengan yang dikemas tidak terlampau terlihat beda. Yang terakhir, pada tomatlah yang paling menunjukan gejala kontaminan, baik yang dikemas maupun yang tidak dikemas.






F.      KESIMPULAN

1.      Dilihat dari segi kesegaran, estetik, dan ekonomis, komoditas yang dikemas mempunyai kualitas yang lebih tinggi dari pada komoditas yang tidak dikemas.
2.      Mahasiswa dapat mendemonstrasikan proses pengemasan komoditas buncis, baby corn, dan tomat.















DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Pengemasan Bahan Pangan. (Online). http://www.smallcrab.com/kesehatan/503-pengemasan-bahan-pangan diakses pada tanggal 10April 2011 pukul 14.10 WIB.


Pantastico, E.R.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soekarto, S.T., 1990. Peranan Pengemasan dalam Menunjang Pengembangan Industri, Distribusi dan Ekspor Produk Pangan di Indonesia. Di dalam : S.Fardiaz dan D.Fardiaz (ed), Risalah Seminar Pengemasan dan Transportasi dalam Menunjang Pengembangan Industri, Distribusi dalam Negeri dan Ekspor Pangan : Jakarta















FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCA PANEN
ACARA 4
PENANGANAN KUALITAS PRODUK PASCA



logo unsoed

OLEH
NAMA                      : NANANG YULIANTO
NIM                          : A1L008058
KELAS                     : B
ROMBONGAN       : 10


LABORATORIUM AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
APRIL 2011
Nama acara praktikum            : PENANGANAN KUALITAS PRODUK PASCAPANEN
Nama mahasiswa                    : NANANG YULIANTO
NIM                                        : A1L008058
Kelas                                       : B
Rombongan                             : 10























A.    PENDAHULUAN
Suatu keadaan yang wajar, bahwa setiap orang menginginkan sesuatu yang maksimal terhadap apa saja yang dibutuhkan. Segala sesuatu yang sifatnya berkualitas senantiasa akan dicari orang. Jika dikaitkan dengan produk hortikultura, sifat-sifat yang diinginkan dari bebuahan dan sesayuran adalah penggunaanya yang bersifat segar, maka dapat atau tidaknya suatu komoditi diterima oleh konsumen ditentukan oleh ukuran, daya tarik, dan mutu oranoleptiknya. Keseragaman dalam ukuran, bentuk, dan komposisi merupakan hal yang esensial dan digunakansebagai persyaratan untuk bahan mentah.
Ciri utama pada komoditas hortikultura, yaitu harga produk lebih ditentukan dari kualitas. Semakin tinggi kualitas, maka semakin besar pula harga jualnya. Maka dari itu, perlu diketahui indikator apa saja yang mempengaruhi kualitas suatu komoditas. Kualitas hasil dapat dibagi menjadi 3 golongan utama : inderawi, tersembunyi, dan kuantitatif. Suatu kualitas yang dapat dinilai dengan inderanya disebut inderawi, contohnya warna, kilap, ukuran, dan bentuk. Sifat yang tidak bisa dinilai dengan indera oleh konsumen merupakan sifat tersembunyi, seperti nilai gizi, adanya zat yang merugikan dan beracun. Yang terakhir yaitu kuantitatif, disebut juga mutu secara keseluruhan misalnya rendemen akhir suatu produk hortikultura.
Tindakan yang terpadu perlu dijalankan agar produk hotikultura senantiasa terus merangsang minat konsumen. Salah satunya adalah penyimpanan yang efektif agar umur simpan dapat lebih panjang, menurangi infeksi penyakit, dan mengkondisikan agar produk selalu tampak segar. Hal ini dapat meningkatkan kualiatas produk, dan pada akhirnya pemasaran dapat berjalan sevara optimal.




B.     TUJUAN

1.      Untuk menentukan dan membuat grade kualitas awal komoditas setelah panen.
2.      Untuk mengetahui perubahan kualitas komoditas pasca panen
3.      Yntuk mengidentifikasi kualitas komoditas pasca panen
4.      Untuk mengetahui perlakuan pasca panen yang mampu mempertahankan kualiatas















C.     METODE
1.      Bahan dan alat
Alat
1.      Lemari pendingin
2.      Stretch film plastic/ plastic pembungkus
3.      Pisau,gunting
Bahan
1.      Buah-buahan : jeruk,pisang
2.      Sayuran : wortel pak coy

A.    Waktu pelaksanaan
Rabu 30 maret 2011 pukul 07.00 WIB

2.                       Prosedur/cara kerja
1.      Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2.      Pilih beberapa komoditas buah dan sayur yang akan diidentifikasi dan diperlakukan dari kelompok yang segar dan tidak segar
3.      Lakukan identifikasi awal berdasarkan cara visual, cara fisik,cara mekanis dan cara kimia, dan masukkan dalam kelas atau grade tertentu
4.      Buatlah kelas atau grade tertentu
5.      Perlakukan komoditas tersebut dalam ruang terbuka,dalam kemasan,dan pada suhu dinggin, dan amati perkembangan kualitasnya





D.    HASIL PENGAMATAN

TERLAMPIR


















E.     PEMBAHASAN
Kualitas produk yang baik adalah penilaian dari komoditas itu sendiri dan berdasarkan dari selera konsumen yang puas akan sifat-sifat yang dimiliki komoditas tersebut. Sifat tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1.      Sifat inderawi
a.       Warna
Warna meningkatkan daya tarik bahan mentah, dan dalam kebangnyakan kasus digunakan sebagai petunjuk kemasakan. Warna juga berhubungan dengan rasa, bau tekstur, nilai gizi, dan keutuhan. Buah yang berwarna harus dipungut pada tingkat tua benar, dan telah berwarna penuh yang merata. Pimen yang terdapat pada buah dibagi menjadi 3 golongan besar ; karotenoid, klorofil, dan antosianin.
b.      Ukuran dan bentuk
Pentingnya ukuran dan bentuk bahan mentah karena untuk tanaman tertentu berbanding langsung dengan hasilnya tiap acre. Variasi ukuran yang beragam bagi masing-masing komoditi, sangat berpengaruh pada pemasaran di tingkat konsumen. Yang perlu diingat variasi bahan makanan yang dapat dimanfaatkan dan sedikit limbah sebagai akibat pengupasan harus segera direalisasikan. Ukuran yang besar tidak langsung juga menjadikan produk tersebut berkualitas baik. Rendemen yang yang sedikit inilah yang mencap bahwa kualitas produk tersebut adalah baik.
c.       Tekstur
Sifat tekstur menyangkut rasa bila diraba, yang menentukan ketegaran, kelunakan, kandungan cairan buah, berpasir, berserabut, dan bertepung bagi buah atau sayur. Buah-buahan dan sayuran untuk diolah harus cukup tegar untuk dapat menahan pemanasan yang diperlukan sebagai perlakuan.


d.      Bau dan rasa
Bau dan rasa merupakan kualitas yang sukar diukur menggunakan alat dan kebanyakan masih dinilai dengan cara subyekytif seperti panel rasa atau profil. Bau dan rasa yang baik yaitu sesuai dengan umur kematangan serta jika dicicipi, konsumen akan berminat kembali untu mengkonsumsi produk tersebut.
e.       Cacat-cacat
Adanya cacat dapat dilihat secara visual. Cacat dapat menurunkan kualitas produk dan turun harganya di tingkat konsumen. Sejumlah cacat yang sering terjadi pada komoditas horti adalah cacat yang diebabkan luka oleh serangga, adanya kontaminan sehingga produk tampak membusuk, adanya bercak hitam, dan masih banyak lagi. Cacat dapat pula terjadi pada saat penanganan pasca panen. Misal pada proses Pengemasan yang kurang pas menjadikan kememaran pada saat pengangkutan dan mengganggu reaksi biokimia yang normal seperti, perubahan warna, bau, dan rasa yang tidak diinginkan, serta pembusuka yang semakin cepat.
2.      Sifat tersembunyi
a.       Nilai gizi
Kandungan zat-zat makanan meningkat menjelang kemasakannya, meskipun perbandingannya selalu berubah. Nilai karbohidrat yang tinggi, mineral yang cukup, serta serat nabati yang diperlukan untuk mencerna bahan lemak yang jenuh bagi badan. Vitamin yang tinggi juga banyak terdapat pada buah.
b.      Peracunan
Berbagai senyawa kimia yang digunakan dalam proses produksi maupun pada proses pasca panen senyawanya masih tersisa pada produk yang menjadikan rasa pahit atau apek pada produk-produk tertentu.
            Produk sangat ringkih membutuhkan kondisi penyimpanan dingin terkendali, penanganan hati-hati, turnover yang cepat serta frekwensi order biasanya lebih sering dengan jumlah relatif sedikit. Sedangkan frekwensi order produk dengan keringkihan moderat dan rendah biasanya lebih jarang namun dengan jumlah lebih banyak pada setiap kali order. Hal ini dapat dilakukan karena masa simpannya lebih panjang dibandingkan dengan produk segar sangat ringkih.
Cara yang paling baik untuk memperlambat kemunduran mutu akibat aktivitas metabolisme dan kerusakan lainnya adalah dengan mendinginkan produk sampai batas minimum suhu dingin dimana produk tersebut tidak mengalami kerusakan (chilling injury). Perlu diketahui bahwa kepekaan produk segar terhadap derajat rendahnya suhu adalah berbeda-beda. Kebanyakan buah-buahan tropika yang disimpan di bawah suhu 10oC sangat sensitif terhadap kerusakan dingin, sedangkan sayuran daun umumnya toleran terhadap suhu rendah sehingga sering disimpan sampai mendekati suhu 0oC.
Penyimpan produk segar di dalam kamar berpendingin membutuhkan pengaturan penempatan yang memungkinkan adanya sirkulasi udara antar tumpukan bahan dengan baik. Kamar penyimpanan dingin tidaklah dirancang untuk mendinginkan produk buah dan sayuran namun untuk mempertahankan suhu produk yang telah didinginkan sebelumnya. Untuk itu pendinginan cepat sebaiknya dilakukan sebelum produk tersebut disimpan dalam ruang berpendingin. Tujuan dari pendinginan cepat adalah untuk menghilangkan panas lapang yang tersimpan di dalam produk akibat sengatan matahari bersama panas yang dihasilkan dari aktivitas respirasi.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Produk
Tidak saja keadaan pasca panen yang mempengaruhi kualitas atau mutu produk panenan tetapi termasuk pula faktor pra panen. Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas komoditi hortikultura panenan,


1. Faktor genetik
Pemilihan atau seleksi kultivar bagi tanaman yang diperbanyak dengan benih (biji) khususnya tanaman semusim. Sedangkan bagi tanaman tahunan biasanya sangat tergantung pada pemilihan jenis batang bawang dalam pengadaan atau persiapan bibit.

 2. Faktor lingkungan pra panen
a. Unsur iklim, seperti :
1.      Suhu,
2.      Cahaya,
3.      Angin, Curah hujan, dan
4.      Polutan
b. Kondisi budidaya (bercocok tanam), seperti :
Jenis tanah,
1.      Penyediaan hara dan air,
2.      Pemakaian mulsa,
3.      Pemangkasan (pruning),
4.      Penjarangan buah dan atau bunga (thinning), dan
5.      Penggunaan bahan kimiawi

3. Pemanenan Aspek yang merupakan faktor penting terkait dengan pemanenan adalah :
a. Teknik panen,
b. Tingkat kematangan dan atau kemasakan, dan
c. Perkembangan fisiologis tanaman.

4. Perlakuan pasca panen
 a. Metode penanganan
 b. Periode antara saat panen dengan saat dikonsumsi, dan
c. Faktor lingkungan, seperti : Suhu, Kelembaban relatif, dan Komponen atmosfir.
5. Interaksi antara berbagai faktor yang dijelaskan di atas.


















F.      KESIMPULAN

1.      Kualitas komoditas pasca panen yang disimpan pasa suhu dingin terlihat lebih tinggi dari pada yang disimp;an si kemasan dan suhu kamar
2.      Dari keempat komoditas yang siamati yaitu jeru, pidang, wortel dan sawi, wortel lah yang mempunyai ketahanan simpan lebih lama, sedangkan sawi merupakan yang terendah dalam umr simpannya.
3.      Perlakuan pengemasan dan penyimpanan sangat berpengaruh pada kualitas produk pasca panen.














DAFTAR PUSTAKA
Pantastico, E.R.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Santoso, dkk. 1986. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen Tanaman Hortikultura. Indonesia Australia Eastern Universities Project : Bogor.


Utama, I. 2003. Praktik-praktik Penanganan Pasca Panen Skala Kecil : Manual untuk Produk Hortikultura (Edisi ke 4). (Online). http://postharvest.ucdavis.edu/datastorefiles/234-1198.pdf diakses pada tanggal 12 April 2011 pukul 09.30 WIB.